HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIN STUNTING PADA BALITA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBANG KABUPATEN KAMPAR

  • Yulnefia Yulnefia Universitas Abdurrab
  • Fuja Elfitricya Saragih Universitas Abdurrab
  • Inggrit Anggraini Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai
  • Supriadi Supriadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai
  • Siska Silviana Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai
  • Ari Diansyah Universitas Abdurrab

Abstract

Stunting merupakan suatu masalah utama kesehatan masyarakat global. Negara dengan jumlah tertinggi mengalami stunting adalah Afrika sebesar 33,1% dan urutan kedua tertinggi di Asia Tenggara 31,9%. Stunting dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan akibat malnutrisi persisten yang berkaitan dengan peningkatan moralitas dan mortalitas, gangguan tumbuh kembang, dan fungsi kognitif. Indonesia merupakan negara ke-enam dengan stunting tertinggi di Asia Tenggara dengan prevalensi stunting 27,67%. Di Provinisi Riau, Kabupaten Kampar merupakan Kabupaten dengan kejadian stunting yang tergolong tinggi. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tambang yang merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar memiliki prevalensi stunting sebesar 9,8%. Salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita adalah bayi berat lahir rendah (BBLR). Balita BBLR lebih berisiko untuk terjadi stunting karena balita BBLR lebih rentan terhadap penyakit infeksi, seperti diare dan infeksi saluran pernafasan bawah serta peningkatan risiko komplikasi termasuk sleep apnea, ikterus, anemia, gangguan paru-paru kronis, kelelahan, dan hilangnya nafsu makan dibandingkan dengan anak-anak dengan berat badan lahir yang normal sehingga mempengaruhi pertumbuhan fisik pada balita.

Keywords: balita, berat badan lahir rendah, stunting

References

[1] Kemenkes RI and BPS (2019) ‘Laporan Pelaksanaan Integrasi Susenas Maret 2019 dan SSGBI Tahun 2019’, p. 69.
[2] Dinas Kesehatan Riau. (2020b) ‘Profil Kesehatan Provinsi Riau’, Journal of Chemical Information and Modeling, (9), p. 19.
[3] Kemenkes (2021) ‘Penurunan Prevalensi Stunting tahun 2021 sebagai Modal Menuju Generasi Emas Indonesia 2045’.
[4] Kemenkes (2018) ‘Buletin Stunting’, Kementerian Kesehatan RI, 301(5), pp. 1163–1178.
[5] WHO (2020) ‘Global nutrition targets 2025: stunting policy brief’, Nutrition and Food Safety, 122(2), pp. 74–76, 78. doi: 10.7591/cornell/9781501758898.003.000
[6] Andini, V., Maryanto, S. and Mulyasari, I. (2020) ‘The Correlation Between Birth Length, Birth Weight and Exclusive Breastfeeding with The Incidence Of Stunting in Children Age Group 7-24 Months in Wonorejo Village, Pringapus District, Semarang Regency’, Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 12(27), pp. 49–58.
[7] WHO, & U. (2019) ‘Low birthweight estimates’, World Health Organization, 4(3), pp. 3–9.
[8] IDAI (2008) Buku Ajar Neonatologi. Jakarta.
[9] Cutland, C. L. et al. (2017) ‘Low birth weight: Case definition & guidelines for data collection, analysis, and presentation of maternal immunization safety data’, Vaccine, 35(48), pp. 6492–6500. doi: 10.1016/j.vaccine.2017.01.049.
[10] Jayanti, F. A., Dharmawan, Y. and Aruben,
R. (2017) ‘Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu Kota Semarang tahun 2016’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(4), pp. 812–822. Available at: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/ article/view/18782.
[11] Ludyaningrum, R. M. (2016) ‘Hubungan antara umur kehamilan, kehamilan ganda, hipertensi dan anemia dengan kejadian

berat badan lahir rendah (BBLR)’, Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), pp. 384–395. doi: 10.20473/jbe.v4i3.
[12] Atikah, R. et al. (2018) Stunting dan Upaya Pencegahannya, Buku stunting dan upaya pencegahannya.
[13] Anisa, P. (2012) ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 25-60 Bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012’, Universitas Indonesia, pp. 1–125.
[14] Marfuah, I. N. (2022) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stunting Pada Balita Usia 6-23 Bulan Di Puskesmas Gondangrejo (Analisis Data Sekunder Tahun 2021)’.
[15] Blake, R. A. et al. (2016) ‘LBW and SGA impact longitudinal growth and nutritional status of Filipino infants’, PLoS ONE, 11(7), pp. 1–13. doi: 10.1371/journal.pone.0159461.
[16] Murdaningsih Sundari, R. (2018) ‘Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting Baduta di Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta’.
[17] Putra, O. (2016) ‘Pengaruh BBLR Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-60 Bulan di wilayah Kerja Puskesmas Pauh’, Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 2(2), p. 129. doi: 10.34008/jurhesti.v2i2.79.
[18] Paramashanti, B. A., Hadi, H. and Gunawan, I. M. A. (2016) ‘Pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan

stunting pada anak usia 6–23 bulan di Indonesia’, Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 3(3), p. 162. doi: 10.21927/ijnd.2015.3(3).162-174.
[19] Ayatullah, M. N. U. R. (2020) ‘Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian Stunting Pada Balita’.
[20] Widanti, Y. A. (2017) ‘Prevalensi, Faktor Risiko, dan Dampak Stunting pada Anak Usia Sekolah’, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 1(1), pp. 23–28.
[21] Nasution, D., Nurdiati, D. S. and Huriyati,
E. (2014) ‘Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan’, Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(1), p. 31. doi: 10.22146/ijcn.18881.
[22] Apriluana, G. and Fikawati, S. (2017) ‘Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada Balita’, Jurnal Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masarakat, Vol. 28 No, pp. 247–256.
[23] Hafid, F. and Razak Thaha, A. (2015) ‘Faktor Risiko Stunting Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto’, Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 11(3), pp. 139–146. Available at: http://journalold.unhas.ac.id/index.php/mkmi/article/vie w/518.
Published
2022-09-09
Section
Articles
PDF
Abstract views: 222
downloads: 174